1. Perkembangan pasar modal
a. Era sebelum Tahun 1976
Kegiatan jual beli saham dan obligasi di Indonesia sebenarnya telah dimulai pada Abad ke-19, yaitu dengan berdirinya cabang bursa efek Vereniging Voor de Effectenhandel di Batavia pada tanggal 14 Desember 1912. Kegiatan usaha bursa pada saat itu adalah memperdagangkan saham dan obligasi perusahaan-perusahaan perkebunan Belanda yang beroperasi di Indonesia, Obligasi Pemerintah Kotapraja dan sertifikat saham perusahaan-perusahaan Amerika yang diterbitkan oleh Kantor Administrasi di Belanda. Selain cabang di Batavia, selanjutnya diikuti dengan pembukaan cabang Semarang dan Surabaya. Sejak terjadi perang dunia ke-2, Pemerintah Hindia Belanda menutup ketiga bursa tersebut pada tanggal 17 Mei 1940 dan mengharuskan semua efek disimpan pada bank yang telah ditunjuk.
Pasar modal di Indonesia mulai aktif kembali pada saat Pemerintah Republik Indonesia mengeluarkan obligasi pemerintah dan mendirikan bursa efek di Jakarta, yaitu pada tanggal 31 Juni 1952. Keadaan ekonomi dan politik yang sedang bergejolak pada saat itu telah menyebabkan perkembangan bursa berjalan sangat lambat yang diindikasikan oleh rendahnya nilai nominal saham dan obligasi, sehingga tidak menarik bagi investor.
b. Pra-Deregulasi (1976 - 1987)
Presiden melalui Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1976 tentang Pasar Modal mengaktifkan kembali pasar modal yang kemudian disusul dengan go publiknya beberapa perusahaan. Sampai dengan tahun 1983, telah tercatat 26 perusahaan yang telah go publik dengan dana yang terhimpun sebesar Rp. 285,50 miliar.15
Aktifitas go publik dan kegiatan perdagangan saham di pasar modal pada saat itu masih berjalan sangat lambat, walaupun pemerintah telah memberikan beberapa upaya kemudahan antara lain berupa fasilitas peRp.ajakan untuk merangsang kegiatan di bursa efek. Beberapa hal berikut ini merupakan faktor penyebab kurang bergairahnya aktifitas pasar modal:16
- Ketentuan laba minimal sebesar 10% dari modal sendiri sebagai syarat go publik adalah sangat memberatkan emiten;
- Investor asing tidak diijinkan melakukan transaksi dan memiliki saham di bursa efek;
- Batas maksimal fluktuasi harga saham sebesar 4% per hari;
- Belum dibukanya kesempatan bagi perusahaan untuk mencatatkan seluruh saham yang ditempatkan dan disetor penuh di bursa efek.
c. Era Deregulasi (1987 - 1990)
Pemerintah kemudian mengeluarkan beberapa paket deregulasi untuk merangsang seluruh sektor dalam perekonomian termasuk aktifitas di pasar modal, antara lain sebagai berikut:17
1) Paket Kebijaksanaan Desember 1987 (atau dikenal dengan PAKDES '87), yang antara lain berisi tentang penyederhanaan persyaratan proses emisi saham dan obligasi, penghapusan biaya pendaftaran emisi efek yang ditetapkan oleh Bapepam, kesempatan bagi pemodal asing untuk membeli efek maksimal 49% dari nilai emisi, penghapusan batasan fluktuasi harga saham di bursa efek dan memperkenalkan adanya bursa paralel;
2) Paket Kebijaksanaan Oktober 1988 (atau dikenal dengan PAKTO '88), yang antara lain berisi tentang ketentuan legal lending limit dan pengenaan pajak atas bunga deposito yang berdampak positip terhadap perkembangan pasar modal;
3) Paket Kebijaksanaan Desember 1988 (atau dikenal dengan PAKDES '88) di mana pemerintah memberikan peluang kepada swasta untuk menyelenggarakan bursa.
Beberapa paket kebijaksanaan tersebut telah mampu meningkatkan aktivitas pasar modal sehingga pada akhir tahun 1990 telah tercatat sebanyak 153 perusahaan publik dengan dana yang terhimpun sebesar Rp. 16,29 triliun.18
d. Masa Konsolidasi (1991-2013)
Pada masa ini, pasar modal di Indonesia mengalami perkembangan yang sangat cepat. Kegiatan go publik di bursa efek dan aktivitas perdagangan efek semakin ramai. Jumlah emiten meningkat dari sebanyak 145 perusahaan pada tahun 1991 menjadi sebanyak 288 perusahaan pada bulan Juli 2000 dengan jumlah saham beredar sebanyak 1.090,41 triliun saham. Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) bergerak naik hingga menembus angka 600 pada awal tahun 1994 dan pernah mencapai angka 712,61 pada bulan Pebruari 1997. Setelah swastanisasi bursa efek pada tahun 1992, pasar modal Indonesia mengalami peningkatan kapitalisasi pasar dan jumlah transaksinya. Pada tanggal 22 Mei 1995 diterapkan otomasi sistem perdagangan di Bursa Efek Jakarta yang dikenal dengan JATS (The Jakarta Automated Trading System) yang memungkinkan dilakukannya transaksi harian sebanyak 200.000 kali dibandingkan dengan sistem lama yang hanya mencapai 3.800 transaksi per hari. Pada bulan September 1996, Bursa Efek Surabaya memperkenalkan sistem S-MART (The Surabaya Market Information and Automated Remote Trading) yang memungkinkan terlaksananya perdagangan jarak jauh.
2. Struktur pasar modal Indonesia
Berdasarkan UUPM, kebijakan umum di bidang pasar ditetapkan oleh Menteri Keuangan Republik Indonesia. Sedangkan pembinaan dan pengawasan sehari-hari pada awalnya dilakukan oleh Bapepam-LK, namun sejak berdirinya Lembaga Otoritas Jasa Keuangan maka beralih pulalah semua wewenang dan tanggung jawab Bapepam-LK untuk mengawasi pasar modal. Dengan dibentuknya OJK semua komunikasi pengawasan lembaga perbankan dan non-perbankan akan menjadi satu atap. Artinya, tidak ada saling lempar tanggung jawab antar regulator seperti yang selama ini terjadi. Dalam menangani satu kasus yang sama tidak ada istilah kasus ini di bawah pengawasan BI atau sebaliknya itu menjadi tanggung jawab Bapepam-LK. Selain tugas tersebut, dalam rangka menciptakan pasar modal yang tepat, teratur dan efisien Otoritas Jasa Keuangan memiliki wewenang sebagai berikut:
- Memberi ijin usaha kepada bursa efek, Lembaga Kliring dan Penjaminan, Lembaga Penyimpanan dan Penyelesaian, reksa dana, perusahaan efek, penasehat investasi Biro Administrasi Efek;
- Memberi ijin orang perseorangan bagi Wakil Penjamin Emisi Efek, Wakil Perantara Pedagang Efek dan Wakil Manajer Investasi;
- Memberi persetujuan bagi bank kustodian;
- Mewajibkan pendaftaran Profesi Penunjang Pasar Modal dan Wali Amanat;
- Menetapkan persyaratan dan tata cara, menunda atau membatalkan pernyataan pendaftaran;
- Mengadakan pemeriksaan dan penyidikan terhadap para pihak;
- Melakukan pemeriksaan terhadap setiap emiten atau perusahaan publik; dan;
- Membekukan atau membatalkan pencatatan suatu efek pada bursa efek atau memeriksa transaksi bursa atas efek tertentu untuk jangka waktu tertentu guna melindungi pemodal.
3. Kerangka Peraturan Pasar Modal
Secara garis besar, kegiatan pasar modal di Indonesia mengacu pada:
a. Undang-undang Republik Indonesia Nomor 8 Tahun 1995 tentang Pasar Modal
b. Peraturan Pemerintah No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiataan di Bidang Pasar Modal
c. Keputusan Menteri Keuangan Republik Indonesia;
d. Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal; dan
e. Keputusan Direksi Bursa Efek di Indonesia.
Peraturan-peraturan di atas memuat hal-hal pokok yang berhubungan dengan kegiatan operasi suatu perusahaan sebagai berikut:
a. Perijinan
Perusahaan efek yang akan menjalankan kegiatan usaha sebagai Perantara Pedagang Efek, Penjamin Emisi Efek Bapepam. Perijinan perusahaan efek ini diatur dalam Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 45 Tahun 1997 Tentang Modal serta Peraturan V.A.1, Lampiran Keputusan Ketua Badan Pengawas Pasar Modal Kep-24/PM/1996 tertanggal 45/PM/1997 tertanggal 26 Desember 1997 tentang Perijinan Perusahaan Efek.
b. Modal disetor minimal
Sesuai dengan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia No. 45 Tahun 1995 tentang Penyelenggaraan Kegiatan memenuhi persyaratan modal disetor minimal.
Belum ada tanggapan untuk "Perkembangan Ketentuan Pasar Modal di Indonesia"
Post a Comment