Loyalitas konsumen
Menurut Oliver (dalam Hurriyati, 2005) loyalitas konsumen merupakan komitmen yang dipegang secara mendalam oleh konsumen untuk membeli kembali atau menjadi pelanggan kembali suatu produk atau jasa secara konsisten dimasa yang akan datang meskipun ada pengaruh situasional dan usaha pemasaran yang berpotensi untuk menyebabkan perubahan prilaku. Dari defenisi ini terlihat bahwa, konsumen yang dikatakan memiliki loyalitas pada suatu produk adalah konsumen yang melakukan pembelian ulang secara konsisten pada produk tertentu meskipun ada hal lain yang dapat mempengaruhinya untuk merubah perilakunya tersebut.
Aaker (1997), mengungkapkan bahwa loyalitas terhadap merek merupakan suatu ukuran keterikatan konsumen pada suatu merek. Apabila konsumen melanjutkan pembelian walaupun dihadapkan pada para kompetitor yang menawarkan produk sejenis yang memiliki keunggulan baik dari segi harga maupun atribut lainnya, berarti konsumen loyal terhadap produk tersebut. Konsumen yang loyal tidak akan mudah untuk berpindah pada produk lain. Bila loyalitas konsumen terhadap suatu merek meningkat, kerentanan konsumen dari serangan pesaing dapat dikurangi.
Griffin (dalam Hurriyati, 2005) mendefenisikan loyalitas konsumen sebagai wujud perilaku dari unit-unit pengambilan keputusan untuk melakukan pembelian secara terus-menerus dan dari waktu ke waktu terhadap suatu barang atau jasa. Loyalitas sangat penting untuk dibangun karena dapat memberikan banyak keuntungan. Griffin mengemukakan berbagai keuntungan-keuntungan yang akan diperoleh perusahaan apabila memiliki pelanggan yang loyal, diantaranya, dapat mengurangi biaya pemasaran, dapat mengurangi biaya transaksi, dapat mengurangi biaya turn over konsumen karena penggantian konsumen yang lebih sedikit, dapat meningkatkan penjualan silang, yang akan memperbesar pangsa pasar perusahaan, mendorong word of mouth yang lebih positif, dan dapat mengurangi biaya kegagalan.
Dari defenisi-defenisi yang telah diuraikan dapat disimpulkan bahwa loyalitas konsumen merupakan komitmen yang dipegang oleh konsumen untuk membeli suatu produk secara terus-menerus meskipun terdapat berbagai faktor yang dapat mempengaruhi konsumen untuk berpindah pada produk lain. Membangun loyalitas konsumen merupakan tujuan dari setiap perusahaan. Dengan adanya loyalitas dari konsumen akan mendatang berbagai keuntungan bagi perusahaan termasuk juga mempertahankan kelangsungan hidup dari perusahaan.
Karakteristik Loyaliatas Konsumen
Konsumen menrupakan aset yang sangat penting bagi perusahaan. Konsumen yang loyal dapat meningkatkan kinerja keuangan dan mempertahankan kelangsungan hidup perusahaan. Menurut Griffin (dalam Hurriyati, 2005), ada beberapa karakteristik konsumen yang loyal, yaitu:
1. Melakukan pembelian secara berulang (makes regular repeat purchases)
2. Membeli seluruh lini produk dan jasa (purchases across product and service lines)
3. Merekomendasikan produk kepada orang lain (refers other)
4. Menunjukkan kekebalan dari dari daya tarik produk pesaing sejenis
(demonstrates an immunity to the full of competition)
Dalam penelitian ini, karakteristik loyalitas konsumen yang telah dipaparkan diatas digunakan untuk mengukur loyalitas konsumen. Apabila konsumen melakukan pembelian ulang, membeli semua lini produk dan jasa dari merek tersebut, merekomendasikan produk lainnya, dan juga menujukkan kekebalan dari daya tarik produk pesaing sejenis maka konsumen tersebut dikatakan memiliki loyalitas terhadap suatu produk.
Tingkatan Loyalitas Merek
Menurut Aaker (1997) ada beberapa tingkatan dalam loyalitas konsumen, tingkatan-tingkatan tersebut yaitu
1. Berpindah-pindah (switcher)
Tingkatan loyalitas pada tingkatan ini merupakan tingkat yang paling dasar. Pembeli tidak loyal sama sekali dan tidak tertarik pada merek. Dengan demikian, merek memainkan peran yang kecil adalam pengambilan keputusan. Apapun yang ditawarkan kepada konsumen yang meberikan kenyamanan akan disukai konsumen.
2. Pembeli yang bersifat kebiasaan (habitual buyer)
Pada tingkatan ini konsumen puas dengan produk, atau setidaknya tidak mengalami ketidakpuasan. Para konsumen pada tingkat ini mungkin mebeli karena kebiasaan. Hal ini membuat konsumen pada tingkat ini rentan terhadap kompetitor yang mampu menciptakan manfaat yang memungkinkan konsumen berpindah ke merek lain. Para konsumen pada tingkat ini juga sulit untuk dirangkul karena tidak ada lasan bagi mereka memperhitungkan berbagai alternatif.
3. Pembeli yang puas dengan biaya peralihan (satisfied buyer)
Konsumen pada tingkatan ini merasa puas dengan produk, namun, mereka memikul biaya peralihan (switching cost) yaitu biaya dalam waktu, uang, atau resiko kinerja yang berkenaan dengan tindakan beralih pada merek lain. Untuk menarik minat konsumen pada tingkatan ini, para kompetitor perlu untuk mengatasi biaya peralihan dengan membujuk konsumen untuk beralih atau dengan menawarkan manfaat yang besar sebagai kompensasi.
4. Menyukai merek (likes the brand)
Pada tingkatan ini, konsumen sungguh-sungguh menyukai suatu merek. Rasa suka ini mungkin dilandasi pada asosiasi yang terkait dengan simbol, pengalaman dalam menggunakan produk, atau kesan kualitas yang tinggi. Konsumen mungkin dapat disebut sebagai teman dari merek karena terdapat perasaan emosional yang terkait.
5. Pembeli yang berkomitmen (commited buyer)
Tingkatan teratas pada loyalitas konsumen adalah konsumen yang setia terhadap produk. Mereka memiliki kebanggaan tersendiri dalam menjadi pengguna suatu merek. Merek tersebut merupakan hal yang penting bagi mereka baik dari segi fungsinya maupun sebagai suatu ekspresi mengenai siapa mereka. Rasa percaya mereka terhadap merek akan mendorong mereka untuk merekomendasikan merek kepada orang lain.
Faktor-faktor loyalitas konsumen
Ada beberapa faktor yang dapat mempengaruhi loyalitas konsumen. Faktor-faktor tersebut adalah :
1. Consumer Satisfaction
Consumer satisfaction merupakan hal yang harus diperhatikan bagi setiap perusahaan dalam dunia bisnis. Apabila pelanggan merasa puas maka akan tercipta hubungan yang baik antara produsen dan konsumen. Dengan adanya hubungan yang baik, tentu akan mendorong konsumen untuk melakukan pembelian ulang terhadap suatu produk. Menurut Kotler (2003), consumer satisfaction dapat diartikan sebagai perasaan senang atau kecewa konsumen sebagai hasil dari perbandingan kesan konsumen terhadap kinerja dari suatu produk dan harapannya.
Consumer satisfaction juga merupakan evaluasi purnabeli dimana alternatif yang dipilih sekurang-kurangnya dapat memberikan hasil (outcome) sama atau melampaui harapan pelanggan, sedangkan ketidakpuasan timbul apabila hasil yang diperoleh tidak memenuhi harapan pelanggan. Konsumen akan mengevaluasi suatu produk atau jasa setelah menggunakannya. Ketika konsumen merasa suatu produk mampu memenuhi harapannya maka konsumen akan cenderung untuk melakukan pembelian ulang.
2. Service Quality
Lewis dan Booms (dalam Tjiptono, 2001) mendefinisikan service quality sebagai ukuran seberapa baik tingkat layanan yang diberikan kepada pelanggan dapat sesuai dengan ekspektasi pelanggan. Kualitas layanan merupakan suatu bentuk upaya yang dilakukan oleh perusahaan untuk memenuhi kebutuhan dan keinginan konsumen.
Menurut Parasuraman (dalam Parasuraman, Zeithaml, & Berry 1988), ada lima dimensi dari kualitas pelayanan, diantaranya:
a. Tangibles (bukti fisik) yaitu kemampuan suatu perusahaan dalam menunjukkan eksistensinya kepada pihak eksternal. Penampilan dan kemampuan sarana dan prasarana fisik perusahaan dan keadaan lingkungan sekitarnya adalah bukti nyata dari pelayanan yang diberikan oleh perusahaan.
b. Reliability (kehandalan) yaitu kemampuan perusahaan untuk memberikan pelayanan sesuai yang dijanjikan secara akurat dan memuaskan. Kinerja harus sesuai dengan harapan pelanggan yang berarti ketepatan waktu, pelayanan yang sama untuk semua pelanggan tanpa kesalahan, sikap yang simpatik, dan dengan akurasi yang tinggi.
c. Responsiveness (ketanggapan) yaitu kemauan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat (responsif) dan tepat kepada pelanggan, dengan penyampaian informasi yang jelas.
d. Assurance (jaminan dan kepastian) yaitu pengetahuan, kesopansantunan, dan kemampuan para pegawai perusahaan untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Terdiri dari beberapa komponen antara lain komunikasi, kredibilitas, keamanan, kompetensi, dan sopan santun.
e. Emphaty (empati) yaitu memberikan perhatian yang tulus dan bersifat individual atau pribadi yang diberikan kepada para pelanggan dengan berupaya memahami keinginan konsumen. Perusahaan diharapkan memiliki pengetahuan tentang pelanggan, memahami kebutuhan pelanggan dengan baik, serta memiliki waktu untuk pengoperasian yang nyaman bagi pelanggan.
Dengan adanya kualitas layanan yang baik tentu akan mendorong loyalitas konsumen.
3. Corporate Image
Menurut Jefkins (2004) corporate image atau citra perusahaan adalah gagasan atau persepsi mental dari khalayak terhadap suatu perusahaan yang didasarkan pada pengetahuan dan pengalaman dari khalayak itu sendiri. Citra perusahaan merupakan persepsi konsumen terhadap suatu perusahaan yang terdapat dalam memori konsumen (Kotler, 2001). Citra perusahaan berhubungan dengan hal-hal yang secara fisik dan atribut berhubungan dengan perusahaan, seperti nama, bangunan, dan produk atau jasa untuk membuat seseorang tertarik dengan suatu produk. Citra perusahaan terbentuk atas segala yang berhubungan dengan perusahaan baik yang dikomunikasikan maupun yang tercipta dengan sendirinya di mata konsumen.
Setiap perusahaan tentu ingin mendapat citra yang positif dari masyarakat. Citra yang positif merupakan sesuatu yang sangat berharga. Dengan adanya penilaian yang baik dan positif dari pelanggan akan mendorong pelanggan untuk melakukan pembelian dan menciptakan loyalitas konsumen.
4. Price Perception
Harga merupakan sejumlah uang yang ditagihkan untuk suatu produk atau jasa atau jumlah nilai yang ditukarkan konsumen untuk mendapatkan, memanfaatkan, dan menggunkan suatu produk atau jasa (Kotler, 1997). Produk yang harga yang lebih tinggi terkadang dipersepsikan oleh konsumen memiliki kualitas yang lebih baik. Bagi beberapa konsumen harga merupakan faktor yang dipertimbangkan untuk memilih produk. Produk yang baik dengan harga yang memadai atau pantas lebih disukai oleh konsumen dan mengakibatkan konsumen loyal dengan suatu produk.
5. Switching Cost
Switching cost merupakan biaya yang dikeluarkan konsumen apabila konsumen memutuskan untuk berpindah pada produk lain. Menurut Wijayanti (2008), switching cost merupakan biaya yang akan dihadapi oleh pelanggan ketika berpindah dari supplier satu ke supplier lain. Biaya-biaya ini termasuk biaya pencarian provider lain, transaksi, pembelajaran, perubahan habits, emotional cost, resiko keuangan, sosial dan psikologi. Bila switching cost dirasakan besar maka konsumen akan lebih berhati-hati atau bahkan tidak akan berpindah pada produk lain. Sebaliknya, apabila switching cost kecil maka konsumen dengan mudah untuk berpindah ke produk lain dan menjadikan konsumen tidak loyal pada suatu produk.
Belum ada tanggapan untuk "Defenisi Loyalitas Konsumen "
Post a Comment