TEORI INFLASI KONVENSIONAL

Inflasi dapat didefinisikan sebagai kecenderungan dari harga-harga untuk meningkat secara umum dan terus menerus. Dalam ikipwdia, inflasi didefinisikan sebagai suatu proses meningkatnya harga-harga secara umum dan terus-menerus kontiniu). Dengan kata lain, inflasi juga merupakan proses menurunnya nilai mata uang secara kontinu. Kenaikan harga dari satu atau dua barang saja tidak dapat disebut inflasi kecuali bila kenaikan itu meluas (atau mengakibatkan kenaikan) kepada barang lainnya. Inflasi dapat dianggap sebagai fenomena moneter karena terjadinya penurunan nilai unit penghitungan moneter terhadap suatu komoditas. Sementara itu para ekonom modern mendefinisikannya sebagai kenaikan yang menyeluruh dari jumlah uang yang harus dibayarkan (nilai unit penghitungan moneter) terhadap barang-barang/komoditas. Kebalikan dari inflasi disebut deflasi, yaitu kecenderungan terjadinya penurunan harga umum dan terus menerus. 

Inflasi diukur
dengan tingkat inflasi (rate of inflation) yaitu
tingkat
perubahan dari harga umum, dengan persamaan sebagai berikut :

rate  of  inflation  =
tingkat  harga  t  –  tingkat  harga  t-1
x  100

tingkat harga t-1


Para Ekonom cenderung lebih senang menggunakan “Implicit Gross Domestic Product Deflator” atau GDP Deflator untuk melakukan pengukuran tingkat inflasi. GDP Deflator adalah rata-rata harga dari seluruh barang tertimbang dengan


kuantitas barang-barang tersebut yang betul-betul dibeli. Penghitungan dari GDP

Deflator ini sangat sederhana, persamaannya adalah sebagai berikut :

Implicit
Price
Deflator
= Nominal
GDP x
1000





Riil GDP


Untuk dapat mengerti apa dan bagaimana inflasi, perlu dipahami bahwa uang mempunyai fungsi-fungsi sebagai berikut dalam perekonomian, media pertukaran, pengukur nilai, unit perhitungan dan akuntansi, penyimpan nilai, dan instrumen terms of payment Adapun penggolongan inflasi menurut Paul A. Samuelson dalam Adiwarman A. Karim, didasarkan pada tingkat keparahannya, yaitu : 

· Moderate inflation 
Umumnya disebut sebagai inflasi satu digit dengan karakteristik tingkat  kenaikan harga yang lambat. Pada tingkat inflasi seperti ini, orang masih mau memegang uang dan menyimpan kekayaannya dalam bentuk uang dari pada dalam bentuk asset riil. 

· Galloping inflation 
Inflasi yang terjadi pada tingkat ini berkisar 20% sampai 200% per tahun. Pada  tingkat ini, orang hanya mau memegang uang seperlunya saja, sedangkan kekayaan disimpan dalam bentuk asset riil, seperti rumah, tanah, dan lain-lain. Pasar uang akan mengalami penyusutan dan pendanaan akan dialokasikan melalui cara-cara selain dari tingkat bunga dan orang hanya akan mau memberi pinjaman dengan tingkat bunga yang sangat tinggi. Kondisi ekonomi seperti ini cenderung mengalami gangguan karena orang akan lebih senang berinvestasi di luar negeri dari pada di dalam negeri (capital outflow). 

· Hyper inflation 
Inflasi yang terjadi sangat tinggi. Walaupun sepertinya banyak pemerintahan yang perekonomiannya dapat bertahan menghadapi galloping inflation, namun tidak pernah ada pemerintahan yang dapat bertahan menghadapi inflasi jenis ketiga ini. Contohnya adalah Weimar Republic di Jerman pada tahun 1920-an.Untuk mengukur tekanan inflasi, dapat menggunakan beberapa indikator seperti; Indeks Harga Konsumen (IHK), merupakan indikator yang umum digunakan untuk menggambarkan pergerakan harga. Perubahan IHK dari waktu ke waktu menunjukkan pergerakan harga dari paket barang dan jasa yang dikonsumsi masyarakat, Indeks Harga Perdagangan Besar (IHPB), merupakan indikator yang menggambarkan pergerakan harga dari komoditi-komoditi yang diperdagangkan di suatu daerah.Adapun inflasi dapat timbul disebabkan karena : 

· Tekanan dari sisi supply (cost push inflation), 
Faktor-faktor terjadinya cost push inflation dapat disebabkan oleh depresiasi nilai tukar, dampak inflasi luar negeri terutama negara-negara partner dagang, peningkatan harga-harga komoditi yang diatur pemerintah (administered price), dan terjadi negative supply shocks akibat bencana alam dan terganggunya distribusi. Inflasi desakan biaya ini juga terjadi pada saat perekonomian berkembang dengan pesat ketika tingkat pengangguran sangat rendah. 

· Tekanan dari sisi permintaan (demand pull inflation), 
Faktor penyebab terjadi demand pull inflation adalah tingginya permintaan barang dan jasa relatif terhadap ketersediaannya. Dalam konteks makro ekonomi, kondisi ini digambarkan oleh output riil yang melebihi output potensialnya atau permintaan total (agregate demand) lebih besar dari pada kapasitas perekonomian. 

· Ekspektasi inflasi. 
Faktor ekspektasi inflasi dipengaruhi oleh perilaku masyarakat dan pelaku ekonomi apakah lebih cenderung bersifat adaptif atau forward looking. Hal ini tercermin dari perilaku pembentukan harga di tingkat produsen dan pedagang terutama pada saat menjelang hari-hari besar keagamaan (lebaran, natal, dan tahun baru) dan penentuan upah minimum regional (UMR). Pada Expected Inflation tingkat suku bunga pinjaman riil akan sama dengan tingkat suku bunga pinjaman nominal dikurangi inflasi. 

· Natural Inflation dan Human Error Inflation. 
Natural Inflation adalah inflasi yang terjadi karena sebab-sebab alami yang manusia tidak mempunyai kekuasaan dalam mencegahnya. Human Error Inflation adalah inflasi yang terjadi karena kesalahan-kesalahan yang dilakukan oleh manusia sendiri.

· Spiralling Inflation, diakibatkan oleh inflasi yang terjadi sebelum-sebelumnya.

· Imported Inflation dan Domestic Inflation.
Imported Inflation adalah inflasi di negara lain yang ikut dialami oleh suatu negara karena harus menjadi price teker dalam pasar perdangangan international.

No comments:

Post a Comment